in

KerenKeren SedihSedih SenangSenang TakutTakut KagetKaget NgakakNgakak

Si Anak Indigo

Si Anak Indigo
Si Anak Indigo

Si Anak Indigo. Rizqi memiliki seorang teman yang mengaku dia indigo atau dapat berhubungan dengan hantu, jin atau setan. Perempuan yang bernama Monea ini, biasa dipanggil Miss atau singkatan dari misterius.

Walau begitu, Rizqi masih tidak percaya dengan kemampuan yang dimiliki Monea. Monea atau Miss itu mengaku memiliki teman gaib bernama Nini. Rizqi tidak mengambil tindakan sih, tapi sahabatnya, Faris yang penasaran dan sangat mencurigai Monea.

“Faris, kamu ngapain, sih?” tanya Rizqi saat melihat Faris mengintip-intip dari taman sekolah.

“Sst… aku lagi mengamati Miss,” jawab Faris pelan.

“Ya ampun, kamu ini. Ayo temani aku ke kantin dulu!” pinta Rizqi.

Faris tak bergeming.

“Aku traktir deh…,” bujuk Rizqi.

Rizqi melihat ke tempat Faris semula. Kok tidak ada orang. Ternyata Faris sudah berada di depannya.

“Ayo Rizqi! Tunggu apalagi?” ujarnya tetap melangkah mantap.

“Heh… giliran ditraktir saja, langsung berubah menjadi kereta cepat. Faris… Faris…,” kata Rizqi menggelengkan kepalanya.

Baca: Kegiatan wirausaha sekolah

Rizqi membeli segelas es teh manis, dan soto ayam yang baru matang. Faris membeli gorengan, dan es teh juga.

“Rizqi… kamu tau tidak?” tanya Faris mengambil gelas es teh nya.

“Hm?” Rizqi mendongakkan kepalanya. Lalu meneguk es tehnya.

“Monea itu, tidak memiliki teman gaib, aku ragu dia anak indigo atau bukan,” ujar Faris.

Sontak, itu membuat Rizqi menyemburkan tehnya ke sebelah kirinya.

“Kenapa begitu?” tanya Rizqi mengelap mulutnya.

“Ia hanya ingin terlihat hebat dengan kemampuan indigonya. Yang sebenarnya juga palsu. Monea mengada-ada kemampuannya, dan teman gaib nya itu,” jelas Faris pelan.

“Dari mana kamu tau dia bukan anak indigo?” tanya Rizqi memiringkan kepalanya.

Baca: Hacker sekolah

“Tentu, dong. Ibuku dan ibu Monea sangat akrab. Saat aku baru pindah kesini, ibuku berbicara pada ibunya Monea. Karena, ibu Monea adalah pengurus pendaftaran murid baru.” Faris menarik nafas. “Saat itu, aku mendengarkan percakapan doa ibu itu, sampai aku bosan. Lalu aku melihat-lihat ke dalam dan bertemu dengan Monea yang sedang terdiam di taman. Ia menangis sembari mengusap bulu yang ada di tangannya. Aku mendekatinya…” Faris menceritakan masa lalunya.

“Kamu siapa?” tanya Faris.

“Aku… Monea,” ujar Monea malu-malu.

“Kenapa kamu menangis?” Faris bertanya lagi.

“Aku sangat rindu sahabatku yang paling berharga di dunia ini,” jawab Monea mengusap sebuah foto bergambar anak perempuan.

“Dia perempuan yang cantik. Siapa namanya? Kenapa kamu merindukannya?” bingung Faris.

“Ya, dia memang perempuan yang cantik dan baik. Namanya Nini. Dia satu-satunya teman terbaik yang kupunya. Dan sekarang, aku pindah ke kota ini dan bersekolah di sini, sehingga aku tidak bisa bertemu dengannya,” jelas Monea meneteskan air mata.

“Kasihan sekali. Kenapa kamu tidak menghubunginya lewat ponsel?” usul Faris.

“Aku selalu berusaha menghubunginya, tapi… sepertinya, Nini sudah pindah keluar negeri, nomornya tidak aktif,” jawab Monea.

“Bagaimana kamu bisa tau kalau Nini pindah ke luar negeri?” tanya Faris.

“Dia orang kaya. Ia sudah 14 kali pindah sekolah di berbagai negara. Ayahnya memiliki perusahaan yang banyak di beberapa negara. Jadi, ia harus berputar-putar negara setiap tahun, bulan sampai pekan.”

Faris dan Monea terdiam sejenak.

“Kenapa… kamu tidak berkenalan dengan anak di sekolah ini? Pasti banyak yang akan berteman denganmu. Kau pasti tidak akan kesepian,” saran Faris.

“Tidak ada yang ingin berteman denganku. Aku anak polos. Sudah 3 tahun ini aku di-bully oleh sekumpulan anak perempuan yang tidak ku kenal. Mereka menyakitiku secara diam-diam. Aku tidak berani mengadu pada guru, jika aku mengadu, mereka akan mengeluarkan ku dari sekolah. Karena salah satu dari mereka, ibunya adalah pemilik sekolah ini,” jelas Monea panjang.

“Aku ingin membantumu, tapi…,” ujar Faris merasa simpati.

“Tiba-tiba, ibuku memanggilku, dan akhirnya aku tidak bisa mengobrol dengannya lebih lama lagi.” Faris mengakhiri cerita nya.

“Aku tidak tau kalau Monea adalah korban pembullyan. Padahal aku sekelas dengannya,” kata Rizqi menyeruput es tehnya.

“Ya. Karena itu, dia berpura-pura menjadi indigo supaya banyak yang perhatian padanya. Kasihan kan?” kata Faris memutar-mutar jarinya si meja.

“Walau begitu, tetap saja itu tidak boleh. Berbohong pada banyak orang.” “Jadi kau mengamatinya karena takut Monea dibully lagi?” Rizqi memperjelas.

“Bukan takut. Monea memang masih dibully. Cinta, Naya, dan Lala adalah pembully-nya,” ujar Faris.

“Begitu, ya… Baik. Sekarang, tugas kita adalah… membantu Monea!” seru Rizqi bersemangat.

“Benar! Itu yang kuinginkan!” seru Faris juga. “Tapi, aku habiskan gorengan ini dulu, ya,” kata Faris mengambil gorengannya.

Setelah makan, Rizqi memanggil teman-teman nya yang sedang berada di kantin dan menceritakan semuanya dibantu dengan saksi mata, yaitu Faris. Teman-teman nya sontak sama terkejutnya dengan Rizqi. Mereka semua setuju akan membantu Monea.

Baca: Masalah sosial di lingkungan sekolah

Mereka akan dibagi menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama bertugas mengobrol dengan Monea, Faris masuk ke kelompok ini. Kelompok kedua, bertugas menginterogasi dan melaporkan 3 pembully itu pada guru. Rizqi ada di kelompok ini. Kelompok ketiga, bertugas menjelaskan pada teman-teman kelas 5 untuk ikut membantu dan menjelaskan pada anak lain.

Di tempat kelompok pertama…

Akhirnya Monea mengaku bahwa dia berbohong dan menjelaskan semuanya tentang pembullyan yang dilakukan padanya.

Di lokasi kelompok kedua…

Para pembully itu malah mengancam para anak yang menginterogasi mereka bertiga. Setengah kelompok itu, melaporkan dan mengajak kepala sekolah dan kepala sekolah melaporkannya ke pemilik sekolah atau ibunya Cinta. Dan akhirnya semua rahasia mereka terbongkar dan mereka mendapat hukuman.

Di kelompok ketiga…

Banyak yang setuju dengan aksi membantu Monea. Mereka menjelaskan secara baik-baik kalau Monea berbohong, dan menjelaskan kalau Monea menjadi korban pembullyan. Banyak juga yang kasihan dan merasa bersalah karena tidak ingin berteman dengan Monea dulu.

Sekarang, Monea memiliki banyak sekali teman, tanpa harus berpura-pura jadi anak indigo. Dan ia berjanji tidak akan berbohong lagi. Senang rasanya memiliki banyak teman tanpa memerlukan kebohongan. Itu yang diungkapkan Monea saat memiliki banyak teman.

Jadi, pesan moralnya adalah…

Kita tidak perlu kebohongan. Teman yang baik adalah teman yang bisa menerima kita tanpa memandang kekurangan, atau fisik kita. Dan, kita tak perlu takut atau menyembunyikan pembully dari orang lain. Karena membully adalah hal yang tidak baik.

Baca:
Penyebab dan dampak bullying
Manfaat hidup rukun di sekolah

Dan satu lagi, saat teman kita sedang butuh bantuan atau punya masalah, sudah seharusnya kita membantunya.

Tanpa pembullyan… dunia ini pasti akan tenteram. Stop bullying! Terima kasih sudah membaca cerita Si Anak Indigo dan membagikannya.

Kamu juga bisa mengirim tulisan seperti ini. Yuk, Buat Sekarang!

Yuk tulis komentar kamu