Apakah Kita Sahabat? Pagi yang indah di musim panas ini. Ketiga sahabat sedang berbincang di bawah pohon apel yang besar. “Mairy, Niara, kalian tahu enggak film The Incredible 2?” Tanya Laorie.
“Aku tadi ditanya Eri. Dia sombong! Katanya dia nonton di bioskop premier atau apalah itu. Aku kan, enggak update!” Tambah Laorie.
Mairy dan Niara menggeleng. “Apa? The Incredible dua? Apaan tuh?” Tanya Niara balik. “Aku enggak tahu, tuh.”
“Kalau itu sih… mana ku tahu!” seru Mairy. “Kalau premier itu seperti kebutuhan primer gitu bukan, sih?” Mairy mengingat-ingat pelajaran yang diberi tahu bu guru kemarin.
Baca: Cerita inspiratif
Laorie mengerutkan dahi. “Masa bioskop kebutuhan primer!” Ujar Laorie.
Begitulah contoh kisah persahabatan mereka. Tiga sahabat yang kompak itu unik. Jika bertengkar, pasti tidak lama sudah baikan lagi.
Suatu hari, Mairy membawa kabar buruk. “Niara, maaf, aku diundang ke acara pembukaan kafe milik ibunya Eri,” ujar Mairy. “jadi, aku tidak bisa datang ke ulang tahunmu.”
Niara mengerutkan dahi. “Apa? Kenapa? Kenapa kamu memilih Eri?” Tanya Niara. Laorie setuju dengan Niara.
“Kafe ibunya Eri sangat mewah. Itu kesempatan emas, Naira!” jawab Mairy. “Lagipula, kamu hanya butuh kado persahabatan, ‘kan?” tambah Mairy.
“Aku tidak butuh kado! Aku hanya butuh kamu. Kita bisa bercanda dan tertawa bersama lagi seperti tahun lalu di ulang tahunku. Lalu, kita lomba pakaian terbaik. Sekarang, kalau tidak ada kamu, ulang tahunku menjadi sepi,” Jelas Naira.
Baca: Apa itu besties?
Mairy merobek undangan ulang tahun Naira. “Sahabat apanya yang melarang sahabatnya untuk bebas?!” Mairy langsung meninggalkan kedua sahabatnya. Ia mendekati Eri dan mengajaknya mengobrol.
“Nai… Naira… Maaf, aku juga tidak bisa ke ulang tahunmu. Aku dan tetanggaku akan liburan ke aquarium. Maaf Nai…” ujar Laorie.
Mata Naira terbelalak. “Lao… Kamu juga?! Sudah cukup persahabatan kita sampai sini! Kalian tidak cocok dikatakan sahabat!” Naira meninggalkan Laorie. Laorie tidak peduli pada perlakuan sahabatnya.
Mereka semua terpisah. Tidak saling menyapa atau sekedar menatap satu sama lain. Bahkan, menatap satu sama lain saja enggan.
Hari ulang tahun Naira tiba. Hari yang cerah, matahari pun tampak tersenyum, awan-awan berkumpul, seperti merestui kelahirannya. Tetapi, tidak dengan Naira.
Di hari ulang tahunnya ini, hatinya mendung, ia cemberut, dan tidak berkumpul dengan sahabat-sahabatnya. Sekarang, umurnya genap 10 tahun. Sahabat-sahabatnya tidak memberikan kado.
Baca: Hadiah istimewa dari Ayah
Mama dan papa Naira memberi Naira kado saat mama dan papa pulang kerja. Selama ulang tahun ini, Naira sendirian.
Sementara itu, di kafe ibunya Eri. Mairy sedang melihat-lihat kafe. Di sana ada banyak menu yang pastinya enak. “Eh, eh, Mairy, kamu tahu Naira, kan?” Tanya Eri. Mairy mengangguk.
“Pssttt… dia itu teman yang keras kepala, pemarah dan suka mengamuk sendiri. Malas berteman dengan dia!” ujar Eri.
“Eh? Menurutku…” Mairy sebenarnya ingin bilang pada Eri Naira tidak begitu. Tetapi, nanti Eri marah kalau Mairy tidak sependapat dengannya.
Eri tersenyum sinis. “Bagaimana, kau setuju denganku, kan?” Tanya Eri. Mairy mengangguk terpaksa. Eri merangkul Mairy. “Sudah, sekarang kamu tinggalkan Naira dan si manja Laorie. Kamu harus mengikuti perintahku, ya,” Seru Eri. Mairy tidak bisa menolak.
Sementara itu, di Aquarium, Laorie terlihat sangat senang. Ia antusias melihat banyak hewan air. Matanya tertuju oleh kuda laut yang sedang berenang dengan anak-anaknya. Laorie ingat, Naira sangat suka dengan kuda laut.
Dulu…
“Laorie. Kamu lihat ini, kan? Lihat halaman di majalah ini! Ini kuda laut biru.” Ujar Naira. Laorie mengangguk. Mairy juga sangat antusias melihat kuda laut biru yang lucu di majalah Naira.
Laorie memejamkan matanya sebentar. Ia mengepalkan tangannya. “Padahal ini hari ulang tahunnya…” Setelah mengucapkan kata-kata itu, Laorie berlari ke tempat souvenir.
Di rumah Naira, terlihat sunyi dan sepi. Ia mengambil permen dan lollipop yang ada di kulkas. “Happy birthday to me… Happy birthday to me…” Naira menyanyikan lagu ‘happy birthday’ dengan suara pelan. Tiba-tiba, air mata keluar dari mata Naira.
“Mereka tidak punya perasaan! Apakah mereka memikirkan bagaimana perasaan orang yang ulang tahun sendirian?” Naira marah dengan menyeka air matanya. “Hm… sekarang Mairy dan Lao sedang apa, ya?”
Mairy naik ke atas kasurnya. Ia memandang fotonya bersama Laorie dan Naira. “Andai saja aku, Lao, dan Naira bisa seperti ini lagi,” Mairy memandang jam dinding yang menunjukkan pukul 2 siang. “Masih ada waktu!”
*Ting… tong* Bell rumah Naira berbunyi. “Siapa, sih, menganggu saja!” ketus Naira. Ia membuka pintu rumahnya.
“Nairaaa! Kami minta maaf!” Seru seseorang yang membuat Naira kaget sekaligus senang. Yaitu Mairy dan Laorie.
“Eh, Laorie, kok, kamu kesini juga?” Mairy kebingungan.
“Lho, kamu ngapain disini, Mairy?” Tanya Laorie balik.
Naira tersenyum, “Akhirnya kita bisa berkumpul lagi,” Naira tersenyum senang. “Huh, tapi tadi ‘kan kalian sedang bersenang-senang. Kita ‘kan sudah tidak bersahabat lagi,” Naira yang tadinya senang menjadi cemberut lagi.
Lanjut baca cerita penulis cilik halaman ke dua ya
Kamu juga bisa mengirim tulisan seperti ini. Yuk, Buat Sekarang!