Cerita Anak – Asyiknya Ikut Lomba Tari! Alika, Sophie, Miya, Ajeng, dan Caroline sedang berkumpul di rumah Alika. “Jadi, sebentar lagi ada lomba tari tradisional untuk 2-5 orang. Aku ingin kita semua ikut menjadi 1 tim. Apakah kalian mau?” pinta Alika. “Mau!” jawab mereka serempak. “Kita akan latihan setiap pulang sekolah di rumah Sophie,” kata Alika seraya tersenyum. Sophie mengernyit. “Kamu kan bilang, kamar lama kakakmu sudah direnovasi dan dijadikan studio tari oleh ayahmu,” Alika mengerti maksud Sophie. Sophie akhirnya setuju.
Esok harinya, mereka mulai memilih lagu. “Daerahnya bebas, bagaimana kalau Sunda?” tanya Caroline. “Hmm… Boleh. Aku ingin tarian yang menonjolkan kekuatan,” kata Ajeng. “Tari apa dong?” tanya Miya. “Tari Kijang!” usul Caroline. “Pendapatku, kalau memang ingin memaksimalkan kekuatan, lebih baik tarian-tarian yang berasal dari Papua atau Betawi cocok,” kata Alika. “Kalau dari daerah Papua sih Sajojo atau Yamko Rambe Yamko, ya,” usul Miya. “Sajojo! Aku bisa merandang koreografinya,” Alika semangat. Sophie melompat-lompat, begitu juga dengan Ajeng. Tapi, sepertinya Caroline tidak terlalu senang.
Hari sudah sore, maka para gadis itu pulang ke rumah masing-masing. Sang ketua, Alika membawa brosur lomba itu ke rumahnya. Alika yang berjalan ke rumah pun bertemu dengan Lisa. “Hai, Lisa! Wah, sedang apa kamu di sini? Rumahmu di mana?” tanya Alika dengan ramah dan sopan. Lisa mengintip brosur yang dibawa Alika. “Hahaha, kamu ikut lomba itu juga? Aku juga ikut dan pamanku adalah jurinya,” tawa Lisa. Alika tidak mengerti. “Aku bisa memintanya agar aku menang,” jawab Lisa bangga. Alika mendesah. “Kalau kamu menang karena permintaanmu, aku tidak iri,” jawab Alika pergi menjauh.
Di rumah, Alika merenung tentang apa yang dikatakan oleh Lisa. “Aku tidak hanya minta menang, kok,” ia memainkan makanannya. Sebenarnya ia membenci sifat Lisa yang sombong dan hanya bisa meminta-minta. “Ayah dan Ibu pulang larut malam, ya. Sebal deh, memang kalau sore harus kembali ke rumah? Aku lebih senang bersama Sophie, kok!” omelnya. Karena sedih, ia hanya tertidur.
Pagi itu, murid SD Sinar Mentari berkumpul di lapangan. “Kata Lisa dia akan ikut lomba tari itu juga,” Alika berkata lesu. “Aku sudah tahu. Ia pintar menari, kan? Lalu kenapa kita tidak mundur?” tanya Caroline. “Kamu ini apaan, sih?” Ajeng mulai kesal. “Tidak tahu? Itu namanya mengakui keunggulan lawan,” tawa Caroline. “Ehem, Caroline, kamu salah. Kita harus mengakui keunggulan lawan kalau sudah ikut lomba dan ternyata kalah! Kamu menyerah terlalu cepat,” Sophie menegur. Bel berbunyi, jadi mereka masuk kelas.
Mereka belajar seperti biasa tanpa mengobrol. Ketika istirahat, Alika meminta mereka berkumpul. Hanya Caroline dan Miya yang tidak mau. “Kenapa mereka tidak mau?” tanya Alika kecewa. “Kamu tahu kan, mereka sangat dekat. Caroline ingin ke kantin dan Miya ikut Caroline karena hubungan persahabatan yang sangat erat,” jawab Ajeng. “Ooo, begitu. Ya sudah deh, nanti kita buat kostum dan latihan di rumah Sophie!” kata Alika. “Aku sudah beli bahannya,” Sophie nyengir.
Sepulang sekolah, semua sudah berkumpul sesuai janji. Caroline dan Miya juga ikut. Dengan susah payah mereka membuat kostum. “Akhirnya selesai!” kata Sophie. “Alika pintar, ya. Kostum Papua yang gagah dijadikannya feminin tapi tetap khas Papua dan terlihat meyakinkan,” puji Ajeng. “Ya, ya. Tunggu saja saat melihat kostum kelompok Lisa,” kata Caroline meledek. “Ayo latihan!” ajak Alika. Alika memutuskan untuk berlatih tanpa kostum lalu dengan kostum.
Alika memberi aba-aba. Bruk! “Aww…” rintih Sophie. “Aduh! Nanti kanan terlebih dahulu, baru kiri, ya. Ulangi lagi,” pinta Alika. Latihan tidak berjalan lancar. Lantai licin membuat Ajeng kurang terbiasa, maka sering terpeleset. “Ah, ini yang kulakukan dengan kostum jelek ini!” Caroline melempar kostum. “Caroline, ada yang salah?” tanya Alika. “Pertama, aku bilang kita harus mengalah, tapi kalian tidak dengar. Lalu, Lisa pasti menang! Aku keluar!” Caroline membanting pintu. “Aku juga, maaf,” pamit Ajeng sopan sambil memberikan kalung kepada Miya, Sophie, dan Alika, lalu menaruh kostum.
Alika sedih. “Tarian bertiga saja. Pasti berhasil,” hibur Miya. “Miy, sepertinya tidak bisa. Alika membuat koreografi untuk 5 orang,” kata Sophie. “Iya, Sophie memang benar. Aku sengaja membuat berkelompok dan bergantian posisi tengah,” Alika kesal. “Itu menyerah, bukan mengalah!” omelnya. Bel rumah berbunyi. Alika membuka pintu. Ternyata ada Lisa dan teman Lisa, Vani. “A-Alika… Kamu masih ada tempat untuk 2 orang tidak?” tanya Lisa. “Kebetulan ada. Butuh bantuan?” tanya Alika. “Iya. Tim meninggalkanku, sisanya 2 orang,” kata Lisa. “Ah, tentu saja!” jawab Lisa. “Terima kasih! Aku tidak akan membuat masalah dan mengejekmu lagi,” Lisa memeluk Alika erat-erat.
Lisa berbakat, ukurannya sama dengan sisa kostum. Vani juga tak kalah, dia lincah sekali. “Ah, katanya kan sekreatif mungkin, bagaimana kalau kita buat medley lagu daerah untuk menari?” usul Vani sang gitaris. Ia mahir membuat berbagai macam lagu. Semua setuju, jadi mereka memulai membuat medley. “Kostumnya? Kan pasti dari berbagai daerah. “Dibedakan semua. Mamaku sudah membuatnya,” kata Lisa sang calon desainer. “Wow!” Ada kostum Bali, Sunda, Kalimantan, dan Betawi. Untung ukurannya pas.
Mereka berlatih keras setiap hari. Semua anak menari tarian yang berbeda. Tak terasa, hari ini lomba! “Kita peserta nomor 4,” kata Vani. “Depan, dong?” tanya Miya. “Yang ikut ada 25,” Lisa merinding. Kelompok-kelompok sebelum mereka menari dengan indah. “Giliran peserta nomor 4! Alika, Miya, Sophie, Lisa, dan Vani!” kata pembawa acara. Mereka menari dengan baik. Ada banyak gerakan yang lupa, tapi mereka improvisasikan.
Pengumuman. Mereka kurang yakin menang, padahal mereka paling unik. “Juara 3 adalah… Peserta nomor 17! Juara 2 adalah… Peserta nomor 23! Dan, juara 1… Peserta nomor… 4!” pembawa acara mengumumkan. Hadiah yang akan mereka dapat adalah piala, sertifikat, dan kesempatan membuat video tari. Mereka naik ke atas panggung dengan percaya diri.
Setelah itu, mereka turun dari panggung. Ada Ajeng dan Caroline. “Aku minta maaf, ya,” kata Caroline. Ajeng juga. “Tidak apa-apa, jangan sedih!” hibur Alika. Ajeng dan Caroline tersenyum. “Lain kali, bolehkah kami bergabung lagi?” tanya Ajeng. “Tentu, dong! Apa sih yang tidak boleh untuk sahabatku?” canda Alika. Mereka amat senang.
Sejak itu, mereka selalu giat berlatih tari. Mereka menggelar pentas tari di sekolah bersama-sama dan sukses. “Aku tidak menyesal ikut tim ini,” tawa Lisa. “Ya, untung mereka mau membantu kita. Kelompok kita pasti tidak sesuai rencana jika mereka tidak menerima kita,” kata Vani. “Iya, aku senang kalian membantu kelompok kami juga. Belum tentu kami menang tanpa kostum cantik dan medley keren dari kalian,” Alika merangkul sahabat-sahabatnya.
Baca:
– Manfaat Pohon Kelapa bagi kehidupan Manusia
– Persahabatan Semut dan Burung
– Apa keunikan Tari Lenggang Nyai
– Apa fungsi properti tari?
Tim mereka bernama Harmony, karena menurut mereka harmonisasi mereka menciptakan sebuah penampilan yang hebat. Walau belum terkenal, mereka terus berlatih. Sekarang mereka sering lomba menari mewakili sekolah dan memenangkan banyak lomba. Mereka selalu menampilkan yang terbaik dan kompak, itulah yang membuat mereka terkenal. Dan, mereka tidak menyerah sampai bisa ikut lomba internasional membawa nama baik Indonesia.
Kamu juga bisa mengirim tulisan seperti ini. Yuk, Buat Sekarang!