in ,

KerenKeren SenangSenang TakutTakut KagetKaget

Cerita Misteri: The Magic Door – Part 1

Cerita Misteri: The Magic Door - Part 1
Cerita Misteri: The Magic Door - Part 1

Cerita Misteri: The Magic Door – Part 1. Hai, sahabat! Apa kabar? Semoga sehat selalu ya. Ini karya pertamaku yang di publish pada website Penulis Cilik.

Jadi, kalau ada kesamaan judul, alur, tokoh atau ceritanya kurang menarik mohon dimaklumi, ya. Kalian bisa kasih saran dan kritik ke aku di kolom komentar.

So, Happy reading my work ?

•••

Apa kamu percaya dengan “Dunia Sihir”?
Ya, dunia yang penuh dengan keajaiban dan hal-hal aneh didalamnya.

 Apa kamu pernah membayangkan akan berpetualang dan bersenang-senang didalamnya?

Atau, apa kamu pernah membayangkan bertemu dengan penyihir, peri, werewolf, atau makhluk-makhluk aneh dan ajaib lainya?

Iya.

Mungkin, kamu hanya menganggap itu sebagai sebuah cerita fiksi atau dongeng penghantar tidur saja.

Dan sekarang,aku akan menceritakannya padamu.

The Magic Door

“Tangkap tali nya Iriss.”

Namaku Sely Aletta. Akrab disapa Sely. Seorang remaja berusia tiga belas tahun dan sekarang menduduki bangku kelas dua SMP. Aku mempunyai satu adik bernama Lisa sekarang duduk di bangku kelas empat SD. Ibuku, hanya seorang ibu rumah tangga yang setiap hari kerjaannya mengurus rumah. Sedangkan, ayahku bekerja di sebuah perusahaan ternama di luar kota. Setiap hari, ayah selalu sibuk dengan pekerjannya. Oleh sebab itu, aku jarang sekali bertemu dengannya bahkan dalam sehari aku hanya bisa satu kali bertemu dengannya, yaitu saat ayah berangkat kerja.

Hari ini hari Minggu. Seperti biasa. Sekolah libur, para anak-anak bisa leluasa bermain tanpa terbebani tugas dan pikiran yang amat berat. Dan sekarang aku berada di sebuah kamar yang tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil. Aku ditemani seekor kucing yang sangat aku sayangi.

Aku ayun-ayunkan tali yang ku pegang dan langsung di sambar oleh kucing berjenis persia jantan berwarna hitam putih, Iriss. Aku meraih kucing itu dan ku dudukan ke atas pangkuanku.

“Kucing pintar,” pujiku sambil mengelus lembut tengkuk dan kepala Iriss.
Sebenarnya, Iriss hanyalah seekor kucing yang kupungut saat usia ku sembilan tahun. Iriss sudah kuanggap sebagai sahabat bahkan keluargaku sendiri.

Saat lagi asiknya bermain, terdengar suara langkah kaki menuju kamarku.
Aku sudah tahu siapa yang akan datang. Suara langkah itu semakin keras. Saat suara langkah itu menghilang, diganti oleh suara gagang pintu yang terbuka.

Kleek…

Sudah kuduga.

“Sely,” panggil ibu.

“Pasti suruh belanja,” batinku.

“Iya Bu, ada apa?” tanya ku.

“Kamu lagi sibuk tidak? Kalau tidak tolong beli barang-barang ini,” ibu memberikan selembar uang dan catatan kecil yang berisi daftar barang yang akan di beli.
Aku pandang kertas itu dengan tatapan malas.

“Hmm…Si Lisa saja Bu,” ucapku santai.
Walaupun barang yang dibeli tidak terlalu banyak dan jarak rumah antar toko tidak terlalu jauh, tapi udara di luar sangat panas. Ditambah lagi terik panas matahari di siang hari ini. Rasanya kulit ingin terbakar.

Ibu melotot kearahku. Aku balas pelototan itu dengan cengiran.
“Apa kamu tidak ingat kejadian kemarin?” tanya ibu.
Aku mengeryit, “kejadian? Kejadian apa Bu?”

Ibu tertawa sambil memukul dahinya, “kamu lupa ya, kemarin kamu minta Lisa membeli gula, yang datang bukan gula, tapi malah garam,” ujar ibu.

Aku terkekeh, “oh iya.”
Iriss sedari tadi menatapku dan ibu seolah-olah paham yang kami bicarakan, sesekali menjawab,”meow.”

“Ya sudah, ini uangnya,” ibu menyerahkan uang dan catatan kecil itu padaku.
“Setelah belanja jangan kemana-mana, langsung pulang!” perintah  Ibu.
“Iya Bu.”

Setelah itu, ibu langsung menuruni tangga dan melanjutkan acara memasaknya yang sempat tertunda. Saat ingin keluar, aku tersadar Iriss sedari tadi membuntutiku dari belakang.

“Iriss tunggu di sini, aku keluar sebentar.”

Seperti mengerti yang ku katakan, kucing itu terdiam dan pergi tertidur di sofa.
Aku tersenyum.

“Kucing pintar.”

________________

“Huft…Akhirnya sampai juga,” seru ku lega.

“Ibu aku pulang!”

Aku memasuki rumah dengan tangan kanan memegang kantong plastik belanjaan dan melangkah santai menuju dapur.

“Bu, ini barangnya,” ucapku menyerahkan kantong belanjaan ke Ibu.
“Ah iya,makasih ya Sel,” ucap ibu sembari mengambil kantong belanjaan di tangan ku.
“Hemm…”

Karena saat di perjalanan tadi sangat panas, aku mengambil limun di kulkas untuk menyagarkan tenggorokan ku yang kering ini. Limun sudah ku genggam. Aku berniat untuk langsung pergi ke kamar. Namun, seketika niat itu ku urungkan saat Ibu memanggil namaku.

“Sely, tunggu.”

Aku menoleh ke arahnya, “iya Bu, apa lagi?”

“Tolong kamu sekalian bawa box itu ke atas loteng,” tangan ibu mengarah ke sebuah box yang tidak terlalu besar diletakan di samping kulkas.

Dahiku mengernyit, “apa isi box itu?”

“Tidak usah banyak tanya, cukup kamu letakan saja di loteng,” celetuk ibu.

Aku hanya mendengus baunya, “Huh, baiklah,” ucapku dengan nada sedikit kesal.

Aku meminum limun yang  ada ditanganku hingga tersisa setengah dan ku letakkan di atas meja makan.

Aku angkat box yang entahlah apa isinya.

Kedua kakiku melangkah pelan menuju loteng, sesekali berhenti untuk memperbaiki posisi box yang ku pegang. Tidak sampai lima menit, aku sampai di sebuah ruangan paling atas pada sebuah rumah. Orang-orang biasa menyebutnya ‘Loteng’.
Aku berjalan memasuki ruangan itu. Ukuran ruangan itu tidak terlalu besar. Di dalamnya terdapat banyak barang yang sudah tidak terpakai. Barang-barang yang ada di ruangan itu sangatlah kotor, penuh debu, dan kusam. Menurutku, ruangan ini lebih cocok disebut gudang dari pada loteng.

“Kotor sekali.”

Aku berjalan mencari tempat yang cocok untuk box yang ku pegang. Serasa menemukan tempat yang cocok, ku letakan box itu disebuah meja kayu yang beberapa bagian sudah rusak dimakan rayap.

“Huft…Benar-benar hari yang melelahkan, “tanganku
mengelap keringat didahi.

Aku duduk di sebuah bangku untuk beristirahat sejenak. Menatap sekitar loteng, memperhatikan barang-barang yang ada di loteng tersebut. Bola mataku tidak sengaja menatap sebuah pintu tua yang ada di sudut paling pojok loteng itu.
Aku mengeryitkan dahi.

“Pintu apa itu?”

Aku bangkit berjalan menuju pintu itu. Iris mataku mengamati sebuah benda yang ada didepanku. Pintu itu terbuat dari kayu yang sudah reyot dengan ukiran bunga di bagian pintu tersebut, nampak kuno sekali.

“Perasaan, tadi tidak ada pintu tua itu di sini,” batinku.

Tiba-tiba.

Tok…tok…tok…

Jantungku berdetak cepat. Saat itu, aku ingin berlari meninggalkan tempat itu. Namun, rasa penasaran itulah yang membuatku mendekatinya lagi. Aku hendak membuka pintu aneh itu. Tangan ku mulai mendekati gangang pintu untuk membukanya, tetapi seseorang lebih dulu menepuk bahuku dari belakang.

“Hei, Sely!”

Baca:
Cerpen Teman Sejati – Origami
Cerpen Persahabatan Lucu
Cerpen Tentang Corona
__________________                  
Bersambung… 
Baca: Cerita Misteri: The Magic Door – Part 2 ya!?

Kamu juga bisa mengirim tulisan seperti ini. Yuk, Buat Sekarang!

8 Komentar

Balas komentar

Yuk tulis komentar kamu