Cerpen Sepatu Butut. Menuliskan kembali cerpen karya Ely Chandra yang berjudul “Sepatu Butut.” Tapi sebelumnya, aku punya cerita juga tentang kisah sepatu butut.
Sepatu butut milikku itu pembawa keberuntungan. Sudah hampir 5 tahun sepatu ini menemani ke manapun aku pergi. Bukan karena tidak memiliki sepatu baru, tapi entah kenapa sepatu ini yang paling nyaman aku pakai.
Aku tidak membeli sepatu ini, melainkan sepatu pemberian kakakku. Dia membelinya online, ketika barang pesanannya sampai di rumah, ternyata ukurannya terlalu kecil.
Keberuntungan pertama, aku dibelikan sepatu baru, gara-gara menggunakan sepatu ini berkunjung sekaligus liburan sekolah ke Nenekku di Bandung. Kasihan sekali ya aku, mungkin nenekku berpikir aku tidak memiliki sepatu baru, hehe.
Keberuntungan kedua, aku mengikuti lomba 17 Agustusan, aku menang bukan karena jago, tetapi karena beberapa anak yang lomba lari menggunakan sepatu baru, jadi larinya pelan, karena takut rusak, sedangkan aku menggunakan sepatu butut, jadi larinya kencang, hehe.
Keberuntungan ketiga, setiap aku ke masjid, sepatu ini selalu santai berada di tempatnya, tidak pernah berpindah tangan kepada siapapun hehe.
Baca juga : Soal agama Islam dan Jawabannya
Ok, lanjut pada menulis ulang cerita tentang sepatu butut.
Cerpen Sepatu Butut
Aku menghela napas. Ya sudah. Saatnya mengucapkan selamat tinggal. Lagipula sepatu ku itu memang sudah kelewat uzur. Aku membelinya pertengahan tahun 2012 dan sekarang sudah akhir tahun 2014.
Sangat awet untuk ukuran sepatu KW, yang jujur aku tidak tahu KW berapa. Sama seperti sepatu lain, yang dijual pinggir jalan sekitar kampus, sungguh sangat membantu memenuhi kebutuhan mendesak dengan dana yang sangat terbatas.
Aku menyukai sepatu itu. Sepatu butut favoritku. Hampir kemana-mana aku memakainya, bahkan sempat juga karena kesalahan teknis dipakai oleh teman sekamarku beberapa hari. Kami akan tertawa jika mengingat itu.
Aku jadi ingat sepatuku sebelumnya, sepatu yang tahu-tahu sebelah berwarna coklat dan sebelahnya lagi berwarna hitam, ternyata tertukar saat dipakai tarawih oleh temanku, aku sempat kesal tetapi ternyata bukan salah dia, tahu-tahu saat pulang sepatunya sudah begitu.
Ada yang merasa sepatunya tertukar? Sepatu butut itu. Aku sangat sering memakainya, meskipun sudah punya beberapa sepatu lain, yang membuatku merogoh saku lebih dalam, tetapi tetap tidak menggantikannya, kecuali untuk menghadiri kegiatan formal.
Sepatu ini butut, karena memang aku sering memakainya, karena nyaman, meskipun tampangnya sangat mengenaskan sekarang.
Mungkin seperti itu pula dalam hidup. Bahwa kita mungkin saja menjadi sepatu butut. Bisa jadi suatu saat kita bukan apa-apa dan tak menjadi siapa-siapa, tetapi itu bukan berarti hidup kita tidak akan dilimpahi kasih sayang.
Resepnya, mampu membuat nyaman. Membuat nyaman tidak sama dengan menyenangkan semua orang, tetapi terus belajar memahami bahwa ada yang boleh dan tidak boleh kita lakukan terhadap orang lain.
Toh sepatu butut ku itu meskipun sangat nyaman dan menyenangkan, tetapi dia juga punya jadwal istirahat. Ada saat-saatnya tugasnya diganti oleh yang lain.
Dan ajaibnya, seperti tidak ingin berpisah denganku,ternyata sepatu butut ini pulang, tidak jadi hilang…
Baca juga:
Ada yang tahu lanjutan cerpen sepatu butut karya ely chandra?