Cerpen tentang corona atau COVID-19 dalam Bahasa Indonesia. Judul Cerpen ini adalah “Mengambil Makna dari Corona” Selamat membaca!
Sudah empat bulan Kiki diam di rumah. Selain tidak bisa belajar di sekolah, Kiki juga tidak bisa bermain dengan teman-temannya. Bosan, jenuh, sedih. Apalagi, hari ini harusnya jadi waktu yang menyenangkan karena Kiki sudah naik ke kelas empat. Sayang, tahun ajaran baru juga harus diselenggarakan secara daring. Meratapi nasibnya, anak perempuan itu hanya termenung sendu.
“Kiki? Sudah siap?”
Kiki terperanjat, segera ia menengok ke arah Ayah yang sudah rapi. Oh iya, hampir saja Kiki lupa kalau hari ini ia akan membuat rekening anak di sebuah bank. Ayah dan Ibunya memang sudah berencana membuatkan Kiki buku tabungan sendiri saat usianya sepuluh tahun.
“Ya, Ayah!” Jawab Kiki sambil merapikan bajunya dan memakai jaket.
“Jangan lupa pakai masker, ya. Bawa hand sanitizer juga.” Ayah mengingatkan. Sebenarnya, Kiki tidak nyaman memakai masker, jadi susah bernafas dan tidak bisa memperlihatkan senyumnya yang indah. Tapi demi keselamatan, ia harus menuruti kata-kata Ayah.
Setelah selesai bersiap-siap, Kiki berpamitan pada Ibu. Ibu berpesan agar Kiki tidak dekat-dekat dengan orang lain, tidak sembarang memegang mata dan hidung, serta langsung pulang jika urusannya sudah selesai. Kiki mengangguk, meski dalam hati keheranan karena banyak sekali aturan akhir-akhir ini. Ia tidak pernah menyangka kalau sakit seperti flu ini bisa membuat orang-orang kerepotan.
“Duduknya di belakang, ya.” Kata Ayah ketika Kiki membuka pintu mobil.
“Loh, kenapa?” Tanya Kiki kecewa, padahal ia ingin sekali merasakan duduk di kursi depan.
“Supaya bisa jaga jarak, Nak.”
Dengan kecewa, Kiki pindah ke kursi belakang dan memakai sabuk pengaman. Mobil pun melaju. Akhirnya Kiki bisa keluar dari rumah, meski tak semenyenangkan yang ia bayangkan.
Sepanjang jalan, Kiki melihat orang-orang juga memakai masker. Jalanan tak sepadat biasanya, baru kali ini ia tidak merasakan macet ketika pergi ke jalur perkotaan. Sesekali ia menengok ke langit, wah udara tampaknya lebih bersih. Mungkin karena orang-orang tidak berpergian jika tidak punya urusan penting. Apalagi sekolah dan bekerja sudah bisa dilakukan di rumah.
Sesampainya di bank, Ayah memarkirkan mobil. Mereka pun bergegas menuju pintu depan. Ada satpam yang menjaga dan tampaknya memegang sebuah alat pengecek suhu. Saat mengantre, Kiki lihat di belakangnya ada seseorang yang melambaikan tangan.
“Kiki! Ini Alya!” Teriak anak itu. Kiki langsung melambaikan tangan untuk membalasnya. Ingin sekali memeluk teman sebangkunya itu, tapi ia ingat pesan Ibu untuk jaga jarak.
Suhu tubuh Kiki tiga puluh lima derajat, artinya ia sehat dan bisa masuk ke bank. Ayahnya ikut masuk, begitupun Alya dan Bundanya. Mereka duduk di satu baris namun harus berjarak sekitar satu meter.
“Kiki, tahu gak? Di masa-masa kaya gini, aku pikir Ayah bakal bangkrut karena pekerjaannya hanya ojek online dan gak akan dapat penumpang lagi. Tapi banyak banget orang baik yang pesan makan lewat aplikasi, tapi makanannya dikasih ke Ayah. Banyak juga yang memberi uang lebih ketika Ayah mengantar makanan. Hari ini aku dan Bunda mau menabungkan uangnya.”
Kiki ikut senang mendengar cerita Alya yang samar-samar terdengar di telinganya. Ia jadi ingat kalau Ayah dan Ibu sesekali akan membeli makanan lewat aplikasi dan memberi tambahan uang untuk yang mengantarnya. Setelah itu, makanan yang dibeli akan dibagikan juga pada tetangga yang membutuhkan. Ternyata, adanya corona membuat kita lebih peduli pada sesama.
Pembuatan rekening berjalan dengan lancar. Kini, Kiki punya buku tabungan sendiri dan tidak lagi harus membeli celengan baru setiap celengannya yang lama telah penuh. Dengan rekening, ia juga bisa membayar apapun tanpa harus membawa uang tunai. Di masa seperti ini, hal itu tentu diperlukan.
Kiki melambaikan tangannya pada Alya, pamit pulang duluan. Meski tak bisa memperlihatkan senyum, Kiki jadi percaya memakai masker tak berarti memutuskan interaksi. Ketika sampai di luar, tiba-tiba angin datang membawa debu. Gawat, Kiki alergi debu! Ia hanya bisa menutup mata dan siap-siap bersin atau batuk. Eh, tapi, ia tak merasa sesak atau ingin bersin.
“Itu karena kamu memakai masker, Nak.” Kata Ayah menjawab keheranan Kiki, “Sekarang kita cuci tangan di tempat yang sudah disediakan, ya.”
Sekarang Kiki paham kalau memakai masker bukan hanya bermanfaat untuk mencegah virus masuk, tapi untuk menjaga kesehatan dan keselamatan kita. Sudah banyak juga inovasi dari para pembuat masker sehingga terlihat lebih menarik, seindah senyuman Kiki.
Kiki mengikuti Ayah untuk cuci tangan di wastafel. Sekarang, setiap tempat sudah punya wastafel sendiri di luarnya. Sebelum corona datang, Kiki dan teman-temannya jarang sekali cuci tangan, bahkan ketika mau makan jajanan. Tapi sekarang, Kiki harus cuci tangan sebelum dan setelah melakukan sesuatu. Ia merasakan dampaknya, tangannya lebih bersih dan segar, ia juga tak pernah lagi mengalami diare.
Ayah dan Kiki masuk ke dalam mobil. Berbeda dengan perjalanan saat berangkat yang membuat Kiki merasa kecewa, perjalanan pulang justru membuat Kiki merasa sangat bahagia. Ia bisa belajar banyak dari corona. Sebelum corona datang, banyak hal-hal kecil namun penting yang diabaikan. Tapi kini, rasanya setiap orang sudah sadar tentang kesehatan dan semangat membantu sesama.
“Yah, nanti kita pesan makanan lewat aplikasi, ya. Terus makanannya kita bagikan lagi!” Ajak Kiki dengan riang.
“Oke!” Ayah tertawa senang melihat anaknya sudah bisa mengambil makna dari corona. Tamat.
Baca:
– Puisi tentang Corona!
– Puisi tentang tenaga medis
– Stay at home
– Contoh poster tentang virus corona
Terima kasih sudah membaca dan membagikan cerpen tentang corona atau COVID-19 dalam Bahasa Indonesia.