in

KerenKeren SenangSenang NgakakNgakak

Cita-citaku Menjadi Penulis Terkenal – Part 2

Cita-citaku Menjadi Penulis Terkenal - Part 2
Cita-citaku Menjadi Penulis Terkenal - Part 2

Cerita ini lanjutan dari Cita-citaku Menjadi Penulis Terkenal – Part 1, jika belum membacanya kamu baca dulu ya!.

Ketika pulang sekolah, tentunya Ana pergi mendaftarkan diri dengan 2 sahabatnya. “Tadi kamu kenapa melirik? Lucu melihatmu menggeleng! Haha!” tawa Rachel. Ana diam. “Tuh, Chel, dia ngambek sama kamu,” canda Fellyn. “Bukan. Tapi itu,” Ana menunjuk Dian. “Oh, Dian? Iya, Dian, kan? Lalu apa masalahnya?” tanya Fellyn. Ana menggelengkan kepala dan menepuk dahi. Teman-temannya itu akhirnya sadar. “Maksudmu karena Dian ikut, kan?” Rachel memastikan. “Kalian! Ana, Fellyn, Rachel, kemari!” panggil Celine. Mereka menoleh dan mendatangi Celine. “Kalian hati-hati dengan Dian. Dia pasti minta sekolah membuatnya menang dengan sejumlah uang,” kata Celine serius. Ana, Fellyn, dan Rachel berusaha mencerna. “Ah, tidak. Dia bisa mendapat semacam ‘jabatan’ apapun tanpa uang. Kalau tidak diterima, ayahnya tinggal memecat guru, beres!” kata Sinta, menguping. “Iya, aku setuju dengan Sinta. Tapi, kamu menguping?” tanya Ana. “Hehe…” Sinta malu, pipinya merah. “Bagaimanapun, jika tidak dipilih, Dian tidak berhak ikut lomba itu,” kata Rachel. “Sudah! ‘To the point’ saja. Dian tidak akan mengikuti lomba jika naskahnya keren. Jadi, kita buat dia kalah!” bisik Fellyn. Ana melihat Dian mendaftar dan ia geram. “Grrr…” katanya. Ana mendengus kesal.

“Kalau dengan cara membuat kalah itu gak baik Fellyn sayang…” Rachel menasihati. “Dan Ana, kamu gak usah mikirin dia, pikirin sendiri aja, nanti gak fokus lho nulisnya, udah kita daftar aja langsung,” kali ini Rachel menasihati Ana. “Oke Rachel…” Fellyn dan Ana kompak.”Lagipula menang atau kalah kan sama aja ya, masih ada kesempatan lain waktu,” kata Ana. “Kelamaan, langsung daftar yuk” kata Fellyn. Mereka mendaftarkan diri.

Saat pulang sekolah, “ibu, aku sudah pulang” kata Ana. “Anak ibu yang paling cantik, baik, pinter, sudah pulang nih,” mama memuji Ana. Ana hanya tersenyum. Lalu, Ana bergegas ke kamarnya untuk mengganti baju dan menaruh tas. “Ma, aku ikut lomba menulis lho ma…” Ana bangga. “O ya? Wah,anak mama memang pinter ya,” kata mama. “Aku mau mulai menulis hari ini ya ma,” Ana meminta izin. “Boleh kok sayang… Emang judulnya apa sih?” mama ingin tau. “Mungkin Earth Hour (jam bumi) aja ma,” kata Ana. “Oke sayang boleh kok, tapi sekarang makan, sholat terus tidur siang, nulisnya nanti sore aja ya..” kata mama lagi. “Oke ma, sip bos, hehehe…” Ana gembira. Ana tidak menyelesaikannya dalam satu hari, ia menyicil, karena yang Ana kerjakan tidak hanya membuat cerita, melainkan tugas sekolah juga.

“Aku ke perpustakaan, aaah!” gumam Ana sewaktu istirahat. Ia meninggalkan kelas. Beberapa menit kemudian setelah Ana pergi ke perpustakaan, Bu Rita muncul. “Eh, Ana dimana, ya?” tanya Bu Rita. Yang ada di kelas hanya Fellyn, Rachel, Sinta, dan Celine. Sisanya sedang pergi ke kantin. “Saya tidak tahu, Bu!” jawab Rachel. “Tadi saya dan Celine baru saja membeli buku tulis baru di toko dekat kantin, jadi kami tidak lihat,” tambah Sinta. “Saya lihat kok Bu, tadi dia masih di perpustakaan dan masih mengobrol dengan Bu Pustakawan. Katanya, Bu Pustakawan membutuhkan bantuannya dan saya tadi bertanya kepada Ana kapan dia akan ke kelas,” jawab Fellyn. “Lalu katanya apa?” tanya Bu Rita lagi. “Sekitar 30 menit lagi. Dia juga meminta saya izin ke Bu Rita karena sepertinya Ana tidak akan mengikuti pelajaran PPKn sebentar,” jelas Fellyn. “Tidak apa-apa kok. Jika Ana sudah datang, kalian tolong katakan ya. Pssst… Ana juara 1 lomba cerpen,” bisik Bu Rita. “Iya, Bu,” kata Fellyn sambil tersenyum manis. Senyum teman-temannya pun ikut mengembang. Mereka segera mencari Ana. “Ana, Ana! Kamu juara 1! Anaaa!” panggil teman-temannya. “Sebentar, maaf ya… Aku masih sibuk. Tadi apa?” tanya Ana. “Juara 1 lomba cerpen,” Sinta nyengir. “Iya, ini buktinya!” Celine memberi secarik kertas. Senyum Ana pun mengembang juga. “Ho-horeee!” serunya. Mereka berlima melompat-lompat. “A-Analiz! Ini bagaimana? Kamu masih harus menolong saya membawa buku-buku ini!” pinta Bu Pustakawan. “Eh, iya Bu. Hehehe…” tawa Ana. Kabar gembira menunggu mama Ana yang ada di rumah.

Sepulang sekolah, “mama, mama, aku juar 1 lomba cerpen ma…” Ana langsung mengatakannya dengan senang. “astagfirulah, Ana… Ana… ngagetin mama aja deh, soalnya kamu belum salam sih” ujara mama. “hehehe, Assalamu’alaikum mama” Ana mengucap salam dan salim. “iya, waalaikum salam, tadi kenapa teriak teriak?” tanya mama. “Ana juara 1 lomba cerpen ma” Ana berseru senang jika mengatakan hal itu. “Alhamdulillah, anak mama pinter, berarti kamu naik ke tingkat kecamatan ya?’ mama memastikan. “iya ma, yeay…” ujar Ana.

Baca:
Sebutkan unsur intrinsik cerpen!
Aku Ingin Jadi Pelukis Cilik!
Apakah kita sahabat?

Satu tahun telah berlalu. Ana telah menjadi penulis cilik terkenal. Ia sering membuat cerita-cerita yang pastinya menarik. “Ana, selamat ya…” ujar Rachel. “iya Ana, selamat…” Fellyn tak mau kalah. “terima kasih teman-teman” ujar Ana, ia terharu. Rachel dan Fellyn sedang dirumah Ana. “ini minumnya anak-anak” mamanya Ana memberikan jus mangga kepada Ana, dan 2 sahabatnya. Setelah Fellyn dan Rachel pulang, “anak ibu piner banget sih, membanggakan orang tua” mama memuji Ana. “iya ma, makasih ya ma… kalau bukan berkat bantuan mama juga, mana bisa aku jadi begini” ujar ana. Akhirnya, Ana menjadi penulis terkenal hingga keluar negeri, dan cita-citanya tercapai.

Yuk tulis komentar kamu