Nyonya Tua tinggl sendirian di rumah hangatnya. Tidak benar-benar sendirian, sebenarnya, karena ia memiliki seekor anjing cihuahua kesayangannya. Tapi orang-orang tetap akan menganggap ia sebatang kara. Ia memberi nama anjingnya sesuai nama suaminya dulu, Kever, meskipun ia tahu setiap ia menyebut nama itu yang datang bukanlah seorang pria tua bertongkat. Melainkan seekor makhluk berbulu pecinta tulang.
Kever sang anjing adalah teman setianya. Ia selalu berusaha menjaga Nyonya dari bahaya. Setiap Nyonya pergi keluar untuk membeli barang, Kever akan menjalankan tugasnya. Tugasnya adalah untuk selalu berada di samping Nyonya setiap waktu dan memantau sekitar. Barangkali ada sesuatu yang perlu dicurigai, dan jika memang ada, ia akan menggonggong keras sekali sambil menggigit sumber masalahnya. Kadang-kadang, Kever bisa tiba-tiba menyerang seorang bapak-bapak asing yang hendak menawarkan bantuan mengangkut keranjang buah kepada Nyonya . Nyonya tidak keberatan sama sekali. Ia tahu, temannya itu tengah menyelamatkannya.
Satu hari, Nyonya yang baik jatuh sakit. Ia tak bisa keluar rumah untuk sekedar menghirup udara luar. Lebih-lebih, ia tak bisa keluar untuk belanja kebutuhan makannya dan sang anjing, persediaan di rumah sudah hampir habis. Melihat Nyonya kebingungan dan kesakitan Kever menghampiri wanita tua itu dan berkata,
“Biarkan aku saja yang melakukannya untukmu.”
“Tapi orang-orang itu tidak akan mampu memahamimu,” kata Nyonya sedih.
“Tak masalah. Kau bisa tulis sesuatu yang ingin kau sampaikan kepada pemilik toko pada selembar kertas, lalu akan ku berikan kertas itu padanya,” kata Kever yang disusul beberapa gonggongan.
Nyonya merasa ide itu tak terlalu buruk. Maka ia ambil pena dan selembar kertas dan mulai menulis: “Aku perlu sepuluh pon tepung, empat puluh butir telur, dua kotak mentega serta minyak ikan, dua kerat roti dan beberapa potong daging untuk anjingku. Aku sedang sakit sekarang, jadi kuharap seseorang dapat berbaik hati mengirimkan semua barang itu ke rumah. Terima kasih!—Ny. Domosile.”
Kertas tersebut ia lipat kemudian ia beri ke Kever.
Sebelum pergi, Nyonya menasehati Kever agar tidak keluyuran dan menjaga surat itu baik-baik. Juga selalu berhati-hati.
Kever memulai perjalanannya dengan langkah pasti serta menjaga surat agar tetap aman di mulutnya. Jarak rumah dengan kedai tidak terlalu jauh, hanya sekitar satu mil. Ini akan memakan waktu satu jam untuk pergi dan pulang. Jika ia berlari, mungkin bakal lebih cepat. Maka, ia berlari dan berlari.
Kever terus berlari dan berlari.
Dan karena keasyikan berlari, ia kelelahan, dan karena kelelahan, ia pun megap-megap dan surat Nyonya itu pun terlepas dari mulutnya dan terbang terbawa angin!
“Guk guk! (Tidak!)”
Baca:
– Dongeng sunda singkat sasatoan dan terjemahannya
– Dongen Kancil dan Buaya Terbaru
Jempalitan Kever mengejar suratnya. Angin terus menerbangkan kertas itu dan anjing malang itu tanpa henti mengekori dari bawah. Surat itu membawanya ke area taman dan membuatnya menjadi pusat tontonan. Lumayan lama Kever berlari dan ia mulai merasakan hal yang ganjil. Seketika ia berhenti, lantas menengadah ke langit luas. Betul saja, segumpal awan tengah menertawakannya di sana.
“Hei, hentikan!” salak Kever.
Sang awan menghentikan tawanya, “Ya?”
Anjing itu menggonggong lebih keras. “Kubilang, hentikan tiupanmu itu! Membuat susah saja!”
Tanpa Kever duga, sang awan melanjutkan tawannya kembali.
“Oh, aku tak bisa,” kata awan. “Ini sungguh lucu. Belum pernah kulihat seekor anjing pontang-panting mengejar kertas, biasanya bola atau batang kayu. Kau membuatku terhibur di tengah rutinitas membosankanku.”
“Tapi kau membuatku berada dalam masalah! Ini sama sekali tidak lucu.”
Sang awan menghentikan tawanya lagi, ditatapnya Kever sebentar, lalu berkata, “Apa masalahmu?”
Kever menceritakan segalanya.
Sang awan tampak merenung. “Baiklah,” katanya, “Aku minta maaf. Aku barangkali telah kelewatan”
“Tak perlu! Cepat kembalikan surat itu! Nyonya pasti menungguku di rumah…”
Sang awan segera menurut. Angin yang sedari tadi berhembus kencang seketika terhenti bersamaan jatuhnya kertas tersebut ke pohon.
“Maaf!” kata awan lagi.
“Tak perlu, aku bisa memanjat,” kata Kever santai.
Kaver memang bisa memanjat, ia punya otot kaki yang kuat. Sekejap saja tubuhnya sudah bergelantungan di atas pohon. Surat itu kini terletak di rimbunan ranting tak jauh dari tempatnya berdiri, ia hanya tinggal menyodoknya lalu menangkapnya. Kever melakukannya. Surat itu telah kembali ke tempat asalnya lagi! Nah, sekarang ia cuma butuh turun… Oh, tidak.
“Aku tak bisa turun!” jerit anjing sial itu.
“Ya?” awan kebingungan. “Apa kakimu terluka, sehingga tak bisa kau gunakan?”
Kever mengeluh. “Kakiku baik-baik saja,” katanya. “Tapi aku tak bisa mungkin, tak akan pernah bisa. Aku jago memanjat, kau melihatnya tadi, tapi aku tak pandai turun aku takut ketinggian dan ya, kau melihatnya sekarang.”
Awan terlihat tengah mencoba memahami situasi. Katanya, “Aku pernah melihat kasus seperti ini sebelumnya, sering,” ia diam sejenak, lalu bilang, “Apa kau butuh bantuan?”
Bersambung…
Kamu juga bisa mengirim tulisan seperti ini. Yuk, Buat Sekarang!