Surat Terakhir Sahabat Pena Sedih dan Terharu. Pagi itu, aku menyusuri lorong sekolah yang gelap. Di antara bunyi tetes-tetes air hujan, di antara hembusan udara yang dingin, aku mempercepat langkahku. Langkahku terhenti di depan pintu kelas. Aku membuka pintu, dan masuk ke dalam kelas. Di kelas, hanya ada aku seorang. Memang, saat itu waktu masih menunjukkan pukul 06.00.
Hari itu, hari jadwal piketku. Setelah menaruh tas, tanganku meraih sebuah sapu ijuk. Aku menyapu seraya bersenandung untuk memecah keheningan dan menenangkan suasana hati. Sesekali aku mengecek setiap laci meja, dan membuang sampah jikalau ada di dalamnya. Aku menaruh sapuku sejenak, dan memeriksa laci mejaku. Kutemukan sebuah amplop.
Aku membukanya, dan menemukan sebuah surat tanpa pengirim maupun nama penerimanya. Pada surat itu tertulis Hiduplah bersamaku. Kupikir itu hanya perbuatan orang iseng, lalu aku merobek dan membuangnya.
Baca juga: Cerita kejujuran kehidupan sehari-hari
Malamnya, seusai mengerjakan PR, aku memasukkan buku pelajarn untuk esok hari. Dan lagi-lagi aku menemukan amplop yang ternyata berisi surat tanpa nama pengirim dan penerimanya, gaya penulisannya pun sama seperti surat yang tadi pagi. Isinya Aku selalu mengawasimu. Aku berpikir sekali lagi bahwa ini perbuatan orang iseng yang berniat menakutiku.
Esoknya, aku berdiri di depan kelas lalu berteriak,
“Woy! Siapa sih yang kasih surat ke aku?! Isinya gak jelas banget deh”
Tidak ada respon, ku ulangi kata-kataku sekali lagi. Tetapi hasilnya sama saja. Yang ada, wajahnya teman-temanku malah memucat. Tanda tanya besar muncul di kepalaku.
“Ikut aku aja, yuk!” ajak salah satu temanku.
“Mau kemana? Aku gak mau pergi kalau kamu gak jelasin!” ujarku.
Riska, temanku, bercerita bahwa ada seorang gadis yang mempunyai sahabat pena, Ia mati tertabrak truk sehari setelah ia membalas surat dari sahabat penanya. Sampai saat ini suratnya belum dibalas. Gadis itu dulu bersekolah di sini. Karena suratnya belum tersampaikan pada sahabat penanya, gadis itu sering kali menampakkan dirinya. Jujur, aku baru mengetahui hal ini, karena aku adalah murid baru sekolah ini. Ayahku dipindahkan kerjanya ke kota yang jauh dari kota lahirku. Keluargaku baru menetap di kota ini selama setahun.
Aku ingin gadis itu tenang di alamnya. Jadi aku berusaha menemukan sahabat penanya. Sudah seminggu aku mencarinya dari berbagai sumber dan tempat. Namun, aku hanya mendapatkan informasi tentang kematiannya. Vhindy, meninggal di usia 13 tahun tanggal 10 September 2015 akibat tertabrak truk.
Hari itu, aku pulang sekolah sembari memikirkan Vhindy yang mengirimkan surat misterius untukku. Langkah demi langkah kulalui, menyusuri lorong demi lorong, hingga akhirnya aku berdiri di depan sebuah Gapura bertuliskan Tempat Pemakaman Umum RT 04 RW 07. Tunggu, bagaimana aku bisa disini?
Aku memperhatikan setiap detail dari tempat yang sekarang ada di hadapanku, mataku menangkap makam yang ada di paling pojok sebelah kanan, makam itu berada di bawah sebuah pohon yang rindang. Hatiku tergerak untuk mendekati makam tersebut. Kulihat tulisan yang terpapar di batu nisan,
VHINDY ANANDITA BINTI SURYO RAHMAN
WAFAT: SELASA PON
10 NOVEMBER 2015
Aku menyadari bulir-bulir air keluar dari mataku. Vhindy, aku menemukanmu! Atau mungkin, kamu mengantarku ke sini, ya?
Lalu aku melihat sebuah amplop berada di atas tanah makam. Amplop itu tertulis:
Surat Terakhir Sahabat Pena
Dari: Vhindy Anandita
Untuk: Keshya Utari
Surat balasan untuk sahabat penaku.
Aku terkejut, di sana terpapar namaku, Keshya Utari. Lalu aku teringat, ternyata Vhindy adalah sahabat penaku. Aku ingat, tanggal 5 November adalah hari di mana aku menulis balasan surat, yang ternyata itu adalah balasan surat terakhir. Aku mengirimnya di hari itu juga dan sampai 4 hari setelahnya. Setelah itu aku tidak menerima surat balasan dari Vhindy, aku pikir suratku tidak terkirim. Lambat laun aku melupakan Vhindy, aku sama sekali tidak tahu kabarnya, lalu aku pindah ke kota yang Vhindy tinggali.
Aku menangis, tiba-tiba seorang gadis muncul di hadapanku, aku bingung bukan kepalang,
“Kamu siapa?” tanyaku.
“Keshya, aku Vhindy! Akhirnya kita bertemu, sahabatku, setelah sekian tahun lamanya kita berkomunikasi dengan surat. Kali ini kita bertemu untuk pertama dan terakhir kalinya.” ujar Vhindy.
“Kamu benaran Vhindy? Vhin! Maafin aku, waktu itu aku sempat ngelupain kamu, aku gak tau kalau kamu sudah duluan. Aku gak tau kalau kamu sudah pergi, aku gak nyangka kamu bakal pergi secepat itu.” kata aku di sela-sela isak tangisku.
Baca juga: Puisi terima kasih Ibu
“Keshya, aku yang harusnya minta maaf. Saat itu aku sedang menuju kantor pos, tetapi karena tidak fokus aku jadi tertabrak truk. Maafkan aku yang ceroboh ini, karena aku sekarang kita berbeda alam. Sekarang, bacalah surat terakhirku, surat balasan terakhir untuk kamu.” ujar Vhindy, ku lihat pipinya mulai dibasahi air mata.
Lalu aku membuka amplop itu, isinya
9 November 2015
Keshya, aku ingin sekali bertemu denganmu! Kapan ya kita bertemu?
Aku ingin mendengar suaramu, aku ingin melihat wajahmu, hihi J
Kapan-kapan, main ke kota-ku yuk! Di sini menyenangkan, loh. Nanti kamu aku kenalkan deh sama teman-temanku. Aku ingin tahu lebih banyak tentang kamu. Atau aku saja yang main ke kota-mu? Hehehe, abisnya repot kalau surat-suratan begini.
Sudah ya surat balasanku, ku tunggu surat balasanmu selanjutnya yaa… J
-Vhindy Anandita
Aku menangis saat membacanya, ku lihat Vhindy juga menangis.
“Maafkan aku ya Kesh, aku tidak sempat mengirim surat ini untukmu, ajal secepat itu sudah menjemput. Maafkan aku juga yang menaruh surat di dalam tas dan laci mejamu. Jujur, di sini aku kesepian.” kata Vhindy sembari menyeka air mata
“Gak ada yang bisa menghindar dari ajal, Vhin! Aku gak nyalahin kamu kok. Dan kamu juga gak akan kesepian, karena aku akan selalu mendoakanmu. Aku bakal simpan surat ini sebaik mungkin sampai saatnya kita bertemu di alam sana.” ujar aku di sela-sela isak tangis.
Baca juga: Cerita tentang pahlawan
“Keshya, aku pamit dulu ya. Sampai bertemu nanti, aku tak akan melupakanmu selalu, aku akan merindukanmu!” kata Vhindy sembari melambaikan tangan, perlahan tubuh Vhindy menghilang dari pandanganku. Aku membeli beberapa bunga mawar dan melati, lalu menaruhnya di atas tanah makam. Lalu berdo’a untuk Vhindy agar tenang di alam sana.
Mulai saat itu, Vhindy tak pernah muncul di kehidupanku lagi, tetapi namanya selalu ada di hatiku. Setiap bulan aku berkunjung ke makamnya untuk memberi do’a dan menaburi bunga.
-Tamat- Terima kasih sudah membaca cerita anak yang berjudul Surat Terakhir Sahabat Pena Sedih dan Terharu, semoga bermanfaat.
Kamu juga bisa mengirim tulisan seperti ini. Yuk, Buat Sekarang!
Sedih…
Hi Mylesha, cerita kamu sudah dipublikas ya
Cerita Anak – Kisah Anak Baru Yang diBully di Sekolah